HERBISIDA



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Gulma adalah salah satu kendala utama dalam memperoleh hasil yang tinggi dalam budidaya padi sawah. Persaingan gulma dengan padi dalam stadia pertumbuhan hingga masa pematangan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap penurunan hasil panen. Gulma dapat menurunkan hasil panen karena adanya persaingan antara gulma itu sendiri dengan padi, dalam pengambilan unsur hara, air dan cahaya. Di samping itu ada beberapa gulma yang dapat dijadikan tanaman inang oleh hama dan penyakit tanaman padi, sehingga kalau kita membiarkan gulma tumbuh tanpa dikendalikan, jelas kerugian akan kita dapatkan termasuk kerugian akibat peledakan hama dan penyakit.
Pengendalian gulma padi sawah, umumnya sudah dilakukan oleh para petani, baik dengan penggunaan tenaga manusia (penyiangan tangan) dengan peralatan khusus (landak/gasrok) ataupun cara kimiawi dengan penggunaan herbisida. Cara pengendalian dengan penyiangan tangan, sekarang ini sudah jarang sekali dilakukan karena adanya keterbatasan tenaga penyiang, terlebih-lebih untuk daerah-daerah yang sulit mendapatkan tenaga kerja. Demikian juga penyiangan dengan alat (landak) di beberapa tempat juga sudah ditinggalkan mengingat penggunaan alat ini juga memerlukan banyak tenaga dan kadang-kadang juga bisa mengakibatkan kerusakan pada perakaran padi yang sedang tumbuh. Dengan adanya kendala-kendala itu, sekarang petani banyak beralih menggunakan cara lain yang lebih mudah dan efisien.
Pengendalian gulma secara kimia, yaitu dengan penggunaan herbisida. Pengendalian ini lebih mudah dan efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Namun, perlu diingat, penggunaan herbisida perlu cermat dan bijaksana agar tidak mencemari lingkungan tanah dan air. Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil panen yang disebabkan oleh gulma. Berdasarakan cara kerjanya, herbisida terbagi ke dalam herbisida kontak dan sistemik. Herbisida kontak hanya mematikan bagian gulma yang terkena larutan, sedangkan bagian yang berada di bawah tanah tidak mati. Herbisida yang bekerja sistemik (masuk ke dalam jaringan tanaman) efektif unutk mengurangi serangan gulma yang mempunyai stolon, rimpang, atau umbi yang terpendam dalam tanah. Contoh herbisida kontak adalah Paraquat, sedangkan Glyphosate adalah contoh herbisida sistemik.
Ada 3 jenis herbisida berdasarkan waktu penggunaannya, seperti herbisida pratanam, pratumbuh, dan pascatumbuh. Herbisida pratanam digunakan sebelum tanaman ditanam untuk mematikan gulma di lahan. Herbisida pratumbuh digunakan saat tanaman dan gulma belum berkecambah. Penggunaan herbisida pascatumbuh harus selektif, tergantung jenis tanaman budidaya yang ditanam dan jenis gulma yang dikendalikan. Aplikasinya pun tidak bisa terlalu awal karena tanaman muda (berdaun 2-3 atau 4-5 helai) cenderung lebih rentan terhadap keracunan herbisida.
Keelebihan menggunakan herbisida antara lain Relatif aman untuk tanaman-tanaman utama dalam situasi dimana kontak dengan solusi penyemprotan sangat sulit dihindari, Basta dapat mengontrol tanaman liar yang sulit dikontrol, apalagi apabila masalah tanaman liar ini terjadi karena penggunaan herbisida jenis onr secara terus menerus, Cocok untuk dipergunakan di lingkungan pertanian, karena aman bagi lingkungan, Cocok untuk persiapan pengaturan didaerah yang rawan erosi, Dapat secara mudah diaplikasikan menggunakan peralatan aplikasi yang sangat sedikit. Sedamgkan kekurangan menggunakan herbisida antara lain terjadinya suksesi gulma dan terjadi dominansi gulma yang resisten

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui efektifitas herbisida dalam mengendalikan gulma pada tanaman padi.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Peningkatan produksi dan produktivitas padi perlu terus diupayakan untuk mengimbangi laju pertambahan penduduk dan pengurangan impor padi sehingga ketahanan pangan nasional dapat terus dipertahankan. Seperti halnya tanaman pertanian lainnya, tanaman padi juga tidak bisa terlepas dari asosiasi dengan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) seperti hama, penyakit, dan gulma dalam sistem pertanamannya. Organisme pengganggu tanaman tersebut dapat menyebabkan kerugian hasil padi yang signifikan bila tidak dikendalikan. Sebagai contoh, gulma menyebabkan persaingan terhadap sumber daya dengan tanaman padi dan persaingan tersebut dapat menurunkan hasil sampai 82% (Irawati dkk., 2010).
Sejarah herbisida modern dimulai dengan ditemukannya efek herbisida dari 2,4- diklorofenoksi asam asetat (lebih dikenal dengan nama trivialnya, 2,4-D). efek bentuk garam dari 2,4-D pertama kali dikemukakan oleh Z. M. Zimmerman dan A. E. Hitchcocok pada tahun 1942. Namun, penggunaan 2,4-D sebagai herbisida pertama kali dilaporkan oleh Marth dan Mitchell pada tahun 1944 untuk mengendalikan gulma di lapangan rumput. Selain itu, pada tahun yang sama, Hammer dan Tukey menggunakannya untuk mengendalikan gulma dikebun (Djojosumarto, 2008).
Herbisida merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem budidaya OTK seperti meningkatkan Indek Pertanaman, membantu persiapan lahan dalam skala luas, menghemat biaya produksi dan akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani (Irianto dan Johannis, 2011). Penggunaan herbisida yang meningkat secara signifikan akhir-akhir ini tidak lepas dari usaha memenuhi permintaan dunia akan pangan, pakan, dan energi terutama biji-bijian. Peningkatan penggunaan herbisida tersebut diikuti dengan makin meningkatnya sistem persiapan lahan yang mengacu pada sistem budidaya OTK terutama TOT (Faqihhudin dkk., 2014).
Berbagai cara pengendalian gulma padi sawah dapat dilakukan dengan cara manual, mekanis, kultur teknis, maupun kimia. Saat ini, metode pengendalian yang paling banyak dilakukan adalah secara kimiawi dengan menggunakan herbisida. Pengendalian kimia dinilai lebih efektif untuk mengurangi populasi gulma dibandingkan dengan pengendalian lainnya. Penggunaan herbisida sebagai pengendali gulma mempunyai dampak positif yakni gulma dapat dikendalikan dalam waktu yang relative singkat dan mencakup areal yang luas (Guntoro dkk., 2013).
Pengendalian gulma secara manual saat ini menghadapi masalah kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian, sehingga biaya penyiangan manual semakin mahal. Oleh karena itu, salah satu alternatifnya adalah pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida. Salah satu herbisida yang dapat digunakan untuk pengendalian gulma pada pertanaman padi sawah adalah herbisida berbahan aktif Penoxulam 25,5 g/L. Herbisida ini diharapkan dapat mengendalikan gulma umum pada tanaman padi sawah pasang surut dengan sistem tanam tebar benih langsung. Pengujian lapangan efikasi herbisida penoksulam bertujuan untuk menguji efikasi herbisida penoksulam terhadap gulma umum pada budidaya tanaman padi sawah (Guntoro dkk., 2013).
Pengendalian gulma secara terpadu merupakan pengendalian gulma menggunakan beberapa cara secara bersamaan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pasalnya, tidak satu pun teknis pengendalian gulma di atas yang mampu mengendalikan gulma secara tuntas. Untuk dapat mengendalikan gulma secara tuntas biasanya dibutuhkan lebih dari satu metode pengendalian. Pengombinasian metode pengendalian tergantung pada situasi, kondisi, dan tujuannya. Umumnya, kombinasi metode pengendalian diarahkan agar mendapatkan interaksi yang positif. Misalnya, perpaduan antara pengolahan tanah dan penggunaan herbisida, perpaduan jarak tanam dengan penyiangan, dan perpaduan pemupukan dengan herbisida (Lubis, 2011).
Efektivitas suatu herbisida sangat ditentukan oleh cara aplikasi dan perhitungan kebutuhan herbisida persatuan luas (. Herbisida yang sering digunakan dalam program OTK adalah herbisida glifosat isopropylamine salt (C6H17N2O5P) dan paraquat dichloride salt (C12H14Cl2N2). Tehnik OTK yang dapat diterapkan antara lain adalah tanpa olah tanah (TOT). Penggunaan herbisida tidak dapat dipisahkan dalam penyiapan lahan sistem TOT. Gulma yang tumbuh di atas permukaan tanah yang biasanya dikendalikan dengan cangkul, traktor atau alat mekanisasi lainnya digantikan dengan penyemprotan herbisida untuk mematikan gulma maupun sisa tanaman yang masih hidup, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai mulsa dan bahan organik (Adnan dkk., 2012).
Herbisida pratumbuh dapat mematikan kecambah gulma yang baru tumbuh, dan dapat tetap aktif di dalam tanah selama periode tertentu, sehingga tanah akan dapat relative terbebas dari gulma selama periode waktu tertentu (Parto dkk., 2010).
Penggunaan herbisida bertujuan untuk mendapatkan pengendalian gulma yang selektif yaitu mematikan gulma tanpa mematikan tanaman budidaya. Selektivitas herbisida dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis herbisida, formulasi herbisida, volume semprotan, ukuran butiran semprotan dan waktu pemakaian (pra tanam, pra tumbuh atau pasca tumbuh). Beberapa herbisida pra tumbuh efektif digunakan untuk mengendalikan gulma, terutama untuk gulma rumput semusim. Aplikasi kedua dengan dosis yang lebih rendah terutama diperlukan untuk pengendalian gulma tahunan, terutama untuk gulma pasca tumbuh (Puspitasari dkk., 2013).
Beberapa jenis gulma yang spesifik pada tanaman padi mampu mengakibatkan kehilangan hasil yang sangat besar hingga 100 % di antaranya Kolomento (Leersia hexandra) 60 %, Jajagoan Lentik (Echinochloa colonum) dan Lamhani (Paspalum distichum) 85 %, dan Jajagoan (Echinochloa crus-galli) bias mencapai 100 %. Pemberantasan gulma pada padi sawah dapat dilakukan secara mekanik dengan penyiangan manual, tetapi kurang efetif karena memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Untuk pengendalian secara kimiawi sebaiknya menggunakan senyawa kimia yang selektif untuk menghambat atau mematikan gulma tetapi tidak mengganggu pertumbuhan tanaman padi. Tanggap atau respon beberapa jenis gulma terhadap herbisida amat tergantung pada jenis herbisida yang digunakan itulah yang digolongkan kedalam herbisida selektif atau non selektif. Herbisida berbahan aktif 2,4 dimetilamina (2,4 D) merupakan jenis herbisida yang selektif untuk pertanaman padi, bersifat sistemik artinya dapat bergerak dari daun dan bersama proses metabolisme ikut kedalam jaringan tanaman sasaran. Herbisida jenis ini mampu mengendalikan gulma berdaun lebar maupun teki-tekian (cyperaceae), serta beberapa gulma berdaun sempit meski kadang cenderung kurang efektif (Kadir, 2010).


BAB 3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Pada pelaksanaan praktikum Aplikasi Pestisida Pertanian dengan acara “Peralatan Aplikasi dan Kalibrasi” yang dilaksanakan pada Hari Kamis, tanggal  26 Maret 2015 pukul 06.00 samapai selesai, dilaksanakan di Desa Kreongan, Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Timba plastic
2. Mangkok plastik
3. Alat semprot/hand sprayer
4. Gelas ukur

3.2.2        Bahan
1.    Tanaman padi (areal sawah)
2.    Herbisida saber 720 EC/Weedrol 720 EC, Ally 20 WDG, Ronstar 250 EC
3.    Tanah tegalan
4.    Tanah Sawah

3.3 Cara Kerja
1.    Menyiapkan lahan padi sawah
2.    Inventarisai gulma sebelum dan sesudah
3.    Menyiapkan herbisida dan alat semprot
4.    Melakukan kalibrasi dan aplikasi
5.    Mengamati dan mencatat jenis dan persentase gulma yang mati.


BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1    Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Jumlah Gulma kelompok 1
No
Jenis gulma
Pengamatan ke

Ulangan ke
1
2
3
1
Teki
1



2
Daun lebar



3
Rumput



1
Teki
2
36
6
11
2
Daun lebar
-
-
11
3
Rumput
18
23
12
1
Teki
3 (9 April 2015)
13
-
-
2
Daun lebar
-
-
-
3
Rumput
21
39
22
4.1.2 Tabel Pengamatan Populasi Jumlah Gulma Kelompok 2
No
Jenis gulma
Pengamatan ke

Ulangan ke
1
2
3
1
Teki
1
14
30
-
2
Daun lebar
42
60
30
3
Rumput
7
20
50
1
Teki
2
2
2
2
2
Daun lebar
-
10
-
3
Rumput
46
25
16
1
Teki
3 (9 April 2015)
-
-
-
2
Daun lebar
-
-
4
3
Rumput
19
38
22
4.1.3 Tabel Pengamatan Populasi Jumlah Gulma Kelompok 3
No
Jenis gulma
Pengamatan ke

Ulangan ke
1
2
3
1
Teki
1
108
58
80
2
Daun lebar
36
48
52
3
Rumput
58
60
70
1
Teki
2
6
5
65
2
Daun lebar
2
28
22
3
Rumput
10
18
21
1
Teki
3 (9 April 2015)
-
2
-
2
Daun lebar
20
1
14
3
Rumput
18
5
48

4.2  Pembahasan
Pada pengamatan aplikasi herbisida pada padi sawah yang telah dilakukan didapatkan hasil populasi gulma pada kelompok 1 yang menggunakan herbisida Ally plus didapatkan pada pengamatan ke 1 ulangan 1, 2 dan 3 tidak terdapat jenis gulma berdaun lebar, rumput dan teki. Pada pengamatan ke 2 pada ulangan 1 didapat teki sebanyak 36 dan rumput sebanyak 18, pada ulangan 2 terdapat 6 teki dan 23 gulma jenis rumput, dan pada ulangan 3 terdapat 11 gulma jenis teki, 11 gulma berdaun lebar dan 12 jenis rumput. Pada pengamatan ke 3 ulangan 1 didapat 13 jenis teki dan 21 jenis rumput, pada ulangan 2 terdapat hanya 39 jenis rumput saja dan pada ulangan 3 juga hanya terdapat 22 gulma jenis rumput.
Hasil pengamatan populasi gulma pada kelompok 2 yang menggunakan herbisida DMA didapatkan pada pengamatan ke 1 ulangan 1 terdapat 14 gulma jenis teki, 42 gulma berdaun lebar dan 7 jenis rumput, pada ulangan 2 terdapat 30 teki, 60 berdaun lebar dan 20 rumput dan pada ulangan 3 terdapat 30 gulma berdaun lebar serta 50 jenis rumput. Pada pengamatan ke 2 pada ulangan 1 didapat teki sebanyak 2 dan rumput sebanyak 46, pada ulangan 2 terdapat 2 teki dan 10 gulma berdaun lebar dan 25 jenis rumput, dan pada ulangan 3 terdapat 2 gulma jenis teki dan 16 jenis rumput. Pada pengamatan ke 3 ulangan 1 19 jenis rumput, pada ulangan 2 terdapat hanya 38 jenis rumput saja dan pada ulangan 3 terdapat 4 gulma berdaun lebar dan 22 gulma jenis rumput.
Hasil pengamatan populasi gulma pada kelompok 3 dengan pengendalian mekanik pada pengamatan ke 1 ulangan 1 terdapat 108 gulma jenis teki, 36 gulma berdaun lebar dan 58 jenis rumput, pada ulangan 2 terdapat 58 teki, 48 berdaun lebar dan 60 rumput dan pada ulangan 3 terdapat 80 teki, 52 gulma berdaun lebar serta 70 jenis rumput. Pada pengamatan ke 2 pada ulangan 1 didapat teki sebanyak 6, 2 berdaun lebar dan rumput sebanyak 10, pada ulangan 2 terdapat 5 teki, 28 gulma berdaun lebar dan 18 jenis rumput, dan pada ulangan 3 terdapat 65 gulma jenis, 22 berdaun lebar teki dan 21 jenis rumput. Pada pengamatan ke 3 ulangan 1 terdapat 20 berdaun lebar dan 18 jenis rumput, pada ulangan 2 terdapat 2 gulma teki, 1 gulma berdaun lebar dan 5 rumput dan pada ulangan 3 terdapat 14 gulma berdaun lebar dan 48 gulma jenis rumput.
Dapat dibandingkan dari hasil kelompok 1 yang menggunakan herbisida Ally plus dan kelompok 2 yang menggunakan herbisida DMA hasil gulma nya ditemukan lebih sedikit dari pada gulma yang dikendalikan secara mekanik pada pengamatan 1 dan 2, tetapi pada pengamatan ke 3 jumlah gulma yang lebih sedikit terdapat pada pengendalian gulma yang mekanaik karena pada penggunaan  Ally plus dan DMA sudah mengalami sedikit resisten sehingga gulma semakin banyak. Selain itu aplikasi gulma yang tidak merata juga mempengaruhi jumlah yang tumbuh tiap harinya, dosis yang semakin banyak digunakan juga dapat berpengaruh.
Dalam praktikum ini, digunakan dua jenis herbisida yaitu herbisida selektif berupa DMA 6 dan herbisida non selektif berupa Ally plus. Herbisida selektif adalah herbisida yang hanya dapat mematikan atau menghambat jenis – jenis gulma tertentu dan tidak berpengaruh terhadap jenis – jenis gulma lainnya. Pada umumnya jenis herbisida selektif ini dapat mematikan guma berdaun lebar dan juga berdaun sempit. Contohnya adalah MCPA dan Dalapon. Sehingga penggunaan herbisida selektif di perkirakan tidak mengganggu dari pertumbuhan tanaman budidaya karena hanya mematikan gulma saja. Cara penyemprotannyya pun dapat lebih leluasa karena tidak mematikan bagi tanaman budidaya. Keuntungan dalam penggunaan herbisida selektif yaitu tidak membunuh tanaman budidaya apabila tersemprot herbisida. Akan tetapi kekurangan dari herbisida ini adalah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bereaksi dibandingkan dengan herbisida non selektif.
            Herbisida non selektif adalah herbisida yang dapat mematikan hampir semua jenis tanaman yang terkena herbisida. Oleh sebab itu herbisida non selektif juga dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman budidaya apabila digunakan secara tidak beraturan dalam pengaplikasiannya. Oleh sebab itu agar tidak berdampak negative pula bagi tanaman yang dibudidayakan maka perlu adanya ketrampilan dalam penyemprotan agar herbisida tepat sasaran. Keuntungan penggunaan herbisida non selektif yaitu lebih cepat dalam menunjukkan reaksi saat diaplikasikan. Saat pagi disemprot herbisida, sore harinya sudah tampak gejala yang disebabkan oleh penyemprotan tersebut. Kelemahannya yaitu apabila tanaman budidaya tersemprot juga dapat mengakibatkan kerusakan pula pada tanaman budidaya.
Herbisida terdiri dari 2 kata yakni herbi (herb) yang berarti tanaman atau tumbuhan dan sida (cide) yang berarti asam atau racun. Sehingga secara bahasa herbisida dapat diartikan sebagai racun tanaman. Secara istilah, herbisida adalah suatu senyawa kimia baik senyawa oganik maupun anorganik yang dapat digunakan untuk mengendalikan atau menekan pertumbuhan gulma. Berdasarkan seletivitasnya, herbisida dibagi menjadi 2 kelompok yakni :
a.    Herbisida selektif (spektrum sempit) adalah herbisida hanya mampu mematikan gulma dari golongan atau jenis tertentu saja.
b.    Herbisida non-selektif (spektrum luas atau broad spectrum atau general weed killer) adalah herbisida yang mampu mematikan gulma hampir untuk semua golongan atau jenis.
Terdapat dua tipe herbisida menurut aplikasinya: herbisida pratumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pascatumbuh (postemergence herbicide). Yang pertama disebarkan pada lahan setelah diolah namun sebelum benih ditebar (atau segera setelah benih ditebar). Biasanya herbisida jenis ini bersifat nonselektif, yang berarti membunuh semua tumbuhan yang ada. Yang kedua diberikan setelah benih memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini harus selektif, dalam arti tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.




BAB 5. PENUTUP
5.1    Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.    Persaingan gulma dengan padi dalam stadia pertumbuhan hingga masa pematangan sangat besar sekali pengaruhnya terhadap penurunan hasil panen.
2.    Herbisida merupakan suatu senyawa kimia baik senyawa oganik maupun anorganik yang dapat digunakan untuk mengendalikan atau menekan pertumbuhan gulma. Penggunaan herbisida terdapat keuntungan dan kelemahannya.
3.    Berdasarkan selektivitasnya, herbisida dibedakan menjadi dua yaitu herbisida selektif (spektrum sempit) dan herbisida non-selektif (spektrum luas atau broad spectrum atau general weed killer).
4.    Herbisida selektif merupakan herbisida yang membunuh gulma saja tanpa merusak tanaman yang dibudidayakan.
5.    Dalam aplikasi herbisida sebaiknya dilakukan kalibrasi terlebih dahulu agar      dapat efisien dalam penggunaannya.
6.    Herbisida non selektif membutuhkan jeda waktu cukup lama agar reaksinya tampak.

5.2    Saran
Sebaiknya praktikan memperhatikan semua cara cara dalam kalibrasi herbisida sehingga pada saat aplikasi dosis yang digunakan tidak melebihi, selain itu harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.


DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Hasanuddin dan Manfarizah. 2012. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Glifosat dan Paraquat pada Sistem Tanpa Olah Tanah (Tot) Serta Pengaruhnya Terhadap Sifat Kimia Tanah, Karakteristik Gulmadan Hasil Kedelai. Agrista, 16(3).

Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida Dan Aplikasinya. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Faqihhudin, M. D., Haryadi dan Heni P. 2014. Penggunaan Herbisida IPA-Glifosat terhadap Pertumbuhan, Hasil dan Residu pada Jagung. Ilmu pertanian, 17(1) : 1-12.

Guntoro, D., Karlin A. dan Yursida. 2013. Efikasi Herbisida Penoksulam pada Budidaya Padi Sawah Pasang Surut untuk Intensifikasi Lahan Suboptimal. Lahan Suboptimal, 2(2) : 144-150.

Guntoro, D. dan Trisnani Y. F. 2013. Aktivitas Herbisida Campuran Bahan Aktif Cyhalofop-Butyl dan Penoxsulam terhadap Beberapa Jenis Gulma Padi Sawah. Bul. Agrohorti, 1(1) : 140-148.

Irawati, Dheny A. S. dan Deswita W. P. 2010. Penyuluhan Penggunaan Pestisida Nabati di Jorong Kapuh, Nagari Sumani, Kabupaten Solok. Warta Pengabdian Andalas, 16(25).

Kadir, Muhammad. 2007. Efektivitas Berbagai Dosis Dan Waktu Aplikasi Herbisida 2,4 Dimetilamina Terhadap Gulma Echinocloa colonum, Echinocloa cruss-galli, Dan Cyperus iria Pada Padi Sawah. Agrisistem, 3(1) : 43-44.

Lubis, Rustam Effendi dan Agus Widanarko, SP. 2011. Buku Pintar Kelapa Sawit. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Parto Y., Yernelis S. dan Teguh A. 2010. Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea dan Aplikasi Herbisida Pra-tumbuh terhadap Pertumbuhan Bibit Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg.) dan Gulma di Pembibitan. Agrovigor, 5(2) : 94-102.

Puspitasari, K., Husni T. S. dan Bambang G. 2013. Pengaruh Aplikasi Herbisida Ametrin dan 2,4-D dalam Mengendalikan Gulma Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.). Produksi Tanaman, 1(2) : 72-80.

Komentar

Postingan Populer